Selasa, 18 September 2018

Mari Menjaga Akal Sehat!




            Kehidupan berbangsa dan bernegara sejatinya menginginkan sebuah harmoni di dalamnya. Ia tak menginginkan perpecahan, konflik dan perpecahan. Sebagaimana mestinya sebuah negara, seluruh elemen yang ada di dalam negara haruslah bersinergi mewujudkan cita-cita negara tersebut. Termasuk Indonesia, di setiap jengkal tanah di Indonesia haruslah membawa semangat persatauan. Semangat persatuan tersebutlah yang kemudian membawa bangsa kita maju kedepannya.
            Semangat persatuan sudah ada sejak zaman dahulu. Dari Sumpah Pemuda yang kemudian menyatukan pemuda di seluruh tanah Air, hingga Proklamasi yang menjadi sebuah simbol dari persatuan bangsa ini demi merdekanya sebuah negara. Tepat pada 17 Agustus 2018, bangsa kita telah berusia 73 tahun. Sebuah usia yang cukup dewasa sebagai sebuah negara dan menjadi sebuah simbol bahwa bangsa kita akan tetap ada.
            Pasca Reformasi, euforia demokrasi di Indonesia semakin meningkat. Partisipasi publik mau tidak mau harus diakui meningkat. Walaupun masih banyak adanya diskriminasi dan lain sebagainya. Kemudian masih ada juga kasus pelanggaran HAM yang masih belum tuntas. Itu semua menjadi sebuah dinamika di negeri kita hari ini. Kemudian dinamika yang sangat menjadi sorotan ialah dinamika pemilu serentak yang akan di adakan di tahun 2019.
            Pemilu yang ada di tahun 2019 merupakan sistem pemilu baru yang diterapkan di negara kita. Di tahun tersebut, pemilihan anggota legislatif berbarengan dengan pemilihan presiden. Serta adanya ambang batas 20% yang menjadi persyaratan capres dan cawapres. Mau tidak mau, partai politik berlomba-lomba mencari koalisi yang paten untuk memuluskan jalannya. Dinamika terus berlanjut hingga akhirnya bermunculan tagar atau hastag serta terjadinya polarisasi di antara masyarakat. Polarisasi yang dimaksud ialah adanya pembagian kelompok di antara masyarakat. Antara kelompok yang mendukung jokowi 2 periodedengan hastag #Jokowi2Periode dan ada kelompok yang menginginkan presiden baru dengan mengusung hastag #2019GantiPresiden.
            Tidak hanya itu, Pemilu kali ini berbarengan dengan pemilihan legislatif yang tertimpah infonya  dengan pilpres. Tentunya pemilihan legislatif ini jarang menjadi pembicaraan sehari-hari di masyarakat karena memang tertimpa dengan informasi pilpres. Padahal, sebenarnya yang seharusnya menyerap aspirasi rakyat pertama kali ya legislatif. Aspirasi kita diserap oleh DPR, kemudian diproses oleh DPR.
            Pasca Asian Games 2018, pertarungan politik kembali mengarah ke permukaan. Setelah momentum Jokowi dan Prabowo berpelukan bersama dengan pesilat Indonesia, aroma pertarungan pilpres pun kembali tercium.  Tentunya ini wajar karena masa kampanye yang sebentar lagi akan dimulai. Namun, dibalik semua dinamika tersebut yang sulit adalah menjaga akal sehat kita selama proses pemilu tersebut berjalan.
            Pilihan kita merupakan hak kita masing-masing, tidak boleh ada yang mengatur, memaksa dan melarang pilihan seseorang. Ini yang kemudian disebut sebagai sikap demokratis, dimana di dalamnya terdapat toleransi yang kuat. Sebagai konsekuensinya,kemudian banyak orang yang secara terang-terangan mendukung salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden.
            Permasalahannya adalah bahwa kebebasan berpendapat tersebut kemudian tidak dibarengi dengan akal sehat yang dijaga. Mengapa demikian? Dewasa ini banyak orang yang kemudian menyuarakan suaranya, akan tetapi juga menyebar ujaran kebencian. Ini disebabkan karena fanatisme atas sebuah kelompok pendukung yang ada. Fanatisme inilah yang kemudian memunculkan adanya hoax, fitnah yang dimana bertujuan untuk menjatuhkan lawan politiknya.
            Akal yang sehat, tentunya dibarengi dengan etika yang baik. Ketika akal yang kita pakai tidak sehat, maka etika politik juga kita hilangkan. Bukan berarti tidak boleh bersuara, akan tetapi bersuara tentunya harus dalam batasan-batasan yang ada. Tidak boleh memfitnah, membuat hoax bahkan menyebarkannya.  Ini demi menjaga kesatuan bangsa kita yang kemudian dirawat oleh para pendahulu kita.
            Masyarakat harus cerdas memilah informasi yang ada, sehingga informasi yang isinya ujaran kebencian dan hoax dapat diminimalisir. Kemudian, KPU sebagai penyelenggara pemilu juga harus memberikan sosialisasi yang maksimal terhadap masyarakat ihwal pemilu. agar pemilih kita semakin cerdas menghadapi pemilu. Sehingga masa depan bangsa kita akan tetap terjaga hingga akhir nanti.
            Kita pastinya menyadari bahwa kesatuan dan persatuan itu penting, maka kesadaran inilah yang menjadi modal awal agar kita tetap menjaga persatuan. Menjaga akal sehat kita selama pemilu nanti menjadi sebuah awal dari niat kita menjaga kesatuan dan persatuan. Ketika akal sehat kita tidak dipakai, maka sudah tentu kita akan terpecah. Jangan mau terpecah hanya karena hastag, itu sebuah hal yang receh. Tetapi, kita harus tetap menjaga persatuan ditengah perbedaan.