Minggu, 29 Maret 2020

Sains dan Agama


Sains dan Agama
Oleh : Aulia Daie Nichen
Tulisan ini merupakan opini saya atas apa yang saya lihat di pagi hari yang hening.  Saat saya asik meminum susu kotak kecil rasa coklat sambil membuka laman twitter, saya menemukan sebuah tweet yang mengusik kesalehan saya. Bukan berarti saya sangat saleh, tetapi sedikit sisi saleh saya terusik akan tweet tersebut. Tulisan ini bertujuan untuk mengkritik cara berpikir dari tweet tersebut.
            Tak jauh dari judul tulisan ini, tweet yang saya singgung di awal berkaitan dengan sains dan agama. Ini bukan bahasan yang baru tentunya, bahasan ini sudah ada sejak dahulu. Tentu saja kita mengingat cerita yang popular tentang Galileo Galilei dihukum otoritas agama atas pemikirannya tentang Matahari menjadi pusat dari alam semesta dimana pemikiran ini mendukung pemikiran dari Nicolaus Copernicus. Cerita ini bukanlah cerita awal pertentangan antara sains dan agama di barat, masih banyak pemikiran yang mengkritik otoritas agama pada saat itu sehingga muncullah sekularisme.
            Kembali kepada tweet tersebut yang berkisar antara sains dan agama, di dalam tweet tersebut terdapat kata “Science heals, religion kills”. Tentu saja tweet ini agak unik dari tweet-tweet yang lain karena belakangan tak banyak yang menulis tweet tentang ini (atau mungkin saya yang tidak melihat ya? Hehe). Kalimat tersebut sebenarnya kalimat general yang tidak bisa ditafsirkan atas sebuah peristiwa tertentu, tapi diperjelas dengan gambar yang mewakili ‘science’ dan ‘religion’. Berikut gambarnya:


Sumber : Twitter.com
Gambar di atas merupakan hasil screenshot saya atas tweet tersebut. Tentu saja tweet tersebut sudah saya respon dengan re-tweet dengan komentar. Sebagaimana sudah saya singgung di atas, kalimat dalam tweet tersebut sangat general akan tetapi ia perjelas dengan gambar. Di dalam gambar tersebut terlihat seorang dokter atau perawat yang sedang menyemprot virus dan gambar orang dengan symbol agama masing-masing yang mengarahkan simbolnya kepada gambar virus di atasnya. Serta terdapat perbedaan ukuran virus antara yang ada di atas kepala dokter dengan pemuka agama.
Tak perlu jauh-jauh menafsirkan gambar di atas sebenarnya, cukup mengartikan kalimat di dalam tweet tersebut dan melihat gambar yang ada pasti sudah paham maksudnya. Tweet ini diposting pada tanggal 28 Maret dan saya baru melihatnya di tanggal 29 Maret. Sebuah tweet tidak bisa dimaknai sebagai sebuah tweet belaka bagi saya. Tweet tersebut mewakili pemikiran dari pemilik akunnya. Tapi saya tidak akan jauh-jauh menelisik akar pemikiran dari pemilik akun tersebut, bagi saya merespon tweet tersebut juga sudah cukup.
Sebagaimana kita ketahui, dewasa ini sedang ada wabah Pandemik di seluruh dunia yaitu Covid-19 atau lebih popular dikenal sebagai virus corona. Saya rasa tidak perlu dijelaskan lagi ya wabah ini. Yang saya lihat dari tweet tersebut tentunya adalah merespon wabah pandemic ini. Dengan gambar virus di atas gambar dokter serta pemuka agama cukup untuk menarik kesimpulan bahwa gambar ini konteksnya adalah wabah corona.
 Lalu apa masalahnya tweet tersebut? Bagi saya bermasalah dari segi cara berpikir yang ada di tweet tersebut. Tentu saja ini adalah subjektivitas saya belaka, pembaca bisa saja membantah tulisan ini hehe. Menurut saya, ada cara berpikir yang salah di dalam tweet tersebut. Pertama, tweet tersebut sangat tendensius menyerang agama. Kedua, tweet tersebut terlalu general. Ketiga, tweet tersebut tidak mencerminkan fakta yang ada di masyarakat.
Saya menilai tweet tersebut sangat tendensius menyerang agama. Entah yang nge-tweet itu ateis atau sekular atau memang sangat cinta ilmu pengatahuan. Tapi bagi saya itu adalah tuduhan yang sangat menyudutkan agama. “Sains menyembuhkan, agama membunuh”, satu kalimat saja tidak bisa membuktikan apapun tentunya. Butuh penjelasan yang sangat detail akan hal tersebut. Tweet itu seolah ingin mengatakan bahwa ilmu pengetahuan adalah penyembuh dari wabah dan agama membunuh anda dari wabah. Yang membunuh adalah wabah corona, terus apa hubungannya dengan agama? Mengapa dia menyudutkan agama?
Kesalahan kedua adalah, tweet ini terlalu men-generalisir dari keadaan yang ada. Mungkin maksud tweet tersebut (saya masih berprasangka baik) ingin mengatakan bahwa orang-orang (segelintir) yang tetap berkumpul atas nama agama dan menyepelekan fakta ilmiah tentang wabah corona ialah yang membunuh. Akan tetapi lagi-lagi tweet tersebut tidak selesai dalam membahas agama sebagai pembunuh. Jika apa yang saya katakan sebelumnya bahwa ada segelintir orang yang tetap melanggar larangan berkumpul atas nama agama ialah sang pembunuh, maka fakta ini tidak bisa dibuat sebagai kesimpulan. Mengapa? Karena menurut saya, ini tidak lengkap secara metodologis. Tidak ada data apapun yang disertakan atau minimal kasus apa yang membuat tweet itu muncul.
Kesalahan ketiga menurut saya adalah bahwa tweet tersebut tidak mencerminkan fakta yang ada. Faktanya adalah yang membunuh dalam konteks corona ialah virus corona (tentu saja) serta dari manusia itu sendiri. Saya tidak melihat peran agama dalam kasus penyebaran serta meninggalnya korban corona ini. Justru sebaliknya, saya melihat itikad baik dari agama-agama yang ada untuk mencegah penyebaran virus yang ada. Sudah ada toh Fatwa MUI yang mengatakan bahwa dapat mengganti shalat jumat berjamaah dengan shalat zuhur di rumah serta mewaspadai corona. Juga agama lainnya yang saya lihat sudah melakukan himbauan untuk ibadah online serta waspada terhadap virus corona tersebut. Bahkan yang saya lihat komunitas-komunitas agama saling gotong royong untuk membantu membasmi virus ini.
Kesimpulan
Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tweet tersebut bagi saya terdapat beberapa kesalahan cara berpikir. Cara berpikir yang salah menurut saya adalah terlalu tendensius terhadap agama, terlalu men-generalisir serta mengabaikan fakta yang ada. Secara factual, yang ada justru sebaliknya dari tweet tersebut. Sains dan agama tidak pernah bertentangan dalam memandang wabah ini. Sains dengan segala teknologinya membantu menangani virus ini secara langsung, agama mengambil peran lain dalam hal dukungan moril, himbauan kepada penganut agama serta dukungan donasi dari komunitas agama.  Jika ada orang yang mengatasnamakan agama melakukan tindakan anti sains dan membahayakan masyarakat atas wabah ini, maka tentu saja yang salah orangnya bukan agamanya.
“Jika agama adalah pembunuh, niscaya tak akan ada lagi yang mempercayai sang pembunuh”
 Aulia Daie Nichen Sang Mahestro Rebahan
Tangerang, 29 Maret 2020
#dirumahaja
Mari berdiskusi!