Sains dan Agama
Oleh : Aulia Daie Nichen
Tulisan ini merupakan opini saya atas
apa yang saya lihat di pagi hari yang hening. Saat saya asik meminum susu kotak kecil rasa coklat sambil membuka laman twitter,
saya menemukan sebuah tweet yang
mengusik kesalehan saya. Bukan berarti saya sangat saleh, tetapi sedikit
sisi saleh saya terusik akan tweet
tersebut. Tulisan ini bertujuan untuk mengkritik cara berpikir dari tweet tersebut.
Tak
jauh dari judul tulisan ini, tweet
yang saya singgung di awal berkaitan dengan sains dan agama. Ini bukan bahasan
yang baru tentunya, bahasan ini sudah ada sejak dahulu. Tentu saja kita
mengingat cerita yang popular tentang Galileo Galilei dihukum otoritas agama
atas pemikirannya tentang Matahari menjadi pusat dari alam semesta dimana
pemikiran ini mendukung pemikiran dari Nicolaus Copernicus. Cerita ini bukanlah
cerita awal pertentangan antara sains dan agama di barat, masih banyak
pemikiran yang mengkritik otoritas agama pada saat itu sehingga muncullah
sekularisme.
Kembali
kepada tweet tersebut yang berkisar
antara sains dan agama, di dalam tweet
tersebut terdapat kata “Science heals, religion kills”. Tentu saja tweet ini agak unik dari tweet-tweet yang lain karena belakangan tak banyak yang menulis tweet tentang ini (atau mungkin saya
yang tidak melihat ya? Hehe). Kalimat tersebut sebenarnya kalimat general yang
tidak bisa ditafsirkan atas sebuah peristiwa tertentu, tapi diperjelas dengan
gambar yang mewakili ‘science’ dan ‘religion’. Berikut gambarnya:
Sumber : Twitter.com
Gambar di atas merupakan hasil screenshot saya atas tweet tersebut. Tentu saja tweet tersebut sudah saya respon dengan
re-tweet dengan komentar. Sebagaimana
sudah saya singgung di atas, kalimat dalam tweet
tersebut sangat general akan tetapi ia perjelas dengan gambar. Di dalam gambar
tersebut terlihat seorang dokter atau perawat yang sedang menyemprot virus dan
gambar orang dengan symbol agama masing-masing yang mengarahkan simbolnya
kepada gambar virus di atasnya. Serta terdapat perbedaan ukuran virus antara
yang ada di atas kepala dokter dengan pemuka agama.
Tak perlu jauh-jauh menafsirkan
gambar di atas sebenarnya, cukup mengartikan kalimat di dalam tweet tersebut dan melihat gambar yang
ada pasti sudah paham maksudnya. Tweet
ini diposting pada tanggal 28 Maret dan saya baru melihatnya di tanggal 29
Maret. Sebuah tweet tidak bisa
dimaknai sebagai sebuah tweet belaka
bagi saya. Tweet tersebut mewakili
pemikiran dari pemilik akunnya. Tapi saya tidak akan jauh-jauh menelisik akar
pemikiran dari pemilik akun tersebut, bagi saya merespon tweet tersebut juga sudah cukup.
Sebagaimana kita ketahui, dewasa ini
sedang ada wabah Pandemik di seluruh dunia yaitu Covid-19 atau lebih popular
dikenal sebagai virus corona. Saya rasa tidak perlu dijelaskan lagi ya wabah
ini. Yang saya lihat dari tweet
tersebut tentunya adalah merespon wabah pandemic ini. Dengan gambar virus di
atas gambar dokter serta pemuka agama cukup untuk menarik kesimpulan bahwa
gambar ini konteksnya adalah wabah corona.
Lalu apa masalahnya tweet tersebut? Bagi saya bermasalah dari segi cara berpikir yang
ada di tweet tersebut. Tentu saja ini
adalah subjektivitas saya belaka, pembaca bisa saja membantah tulisan ini hehe. Menurut saya,
ada cara berpikir yang salah di dalam tweet
tersebut. Pertama, tweet tersebut
sangat tendensius menyerang agama. Kedua, tweet
tersebut terlalu general. Ketiga, tweet
tersebut tidak mencerminkan fakta yang ada di masyarakat.
Saya menilai tweet tersebut sangat tendensius menyerang agama. Entah yang nge-tweet itu ateis atau sekular atau memang sangat cinta
ilmu pengatahuan. Tapi bagi saya itu adalah tuduhan yang sangat menyudutkan
agama. “Sains menyembuhkan, agama membunuh”, satu kalimat saja tidak bisa
membuktikan apapun tentunya. Butuh penjelasan yang sangat detail akan hal
tersebut. Tweet itu seolah ingin
mengatakan bahwa ilmu pengetahuan adalah penyembuh dari wabah dan agama
membunuh anda dari wabah. Yang membunuh adalah wabah corona, terus apa
hubungannya dengan agama? Mengapa dia menyudutkan agama?
Kesalahan kedua adalah, tweet ini terlalu men-generalisir dari
keadaan yang ada. Mungkin maksud tweet
tersebut (saya masih berprasangka baik) ingin mengatakan bahwa orang-orang
(segelintir) yang tetap berkumpul atas nama agama dan menyepelekan fakta ilmiah
tentang wabah corona ialah yang membunuh. Akan tetapi lagi-lagi tweet tersebut tidak selesai dalam
membahas agama sebagai pembunuh. Jika apa yang saya katakan sebelumnya bahwa
ada segelintir orang yang tetap melanggar larangan berkumpul atas nama agama
ialah sang pembunuh, maka fakta ini tidak bisa dibuat sebagai kesimpulan.
Mengapa? Karena menurut saya, ini tidak lengkap secara metodologis. Tidak ada
data apapun yang disertakan atau minimal kasus apa yang membuat tweet itu muncul.
Kesalahan ketiga menurut saya adalah
bahwa tweet tersebut tidak
mencerminkan fakta yang ada. Faktanya adalah yang membunuh dalam konteks corona
ialah virus corona (tentu saja) serta dari manusia itu sendiri. Saya tidak
melihat peran agama dalam kasus penyebaran serta meninggalnya korban corona
ini. Justru sebaliknya, saya melihat itikad baik dari agama-agama yang ada
untuk mencegah penyebaran virus yang ada. Sudah ada toh Fatwa MUI yang mengatakan
bahwa dapat mengganti shalat jumat berjamaah dengan shalat zuhur di rumah serta
mewaspadai corona. Juga agama lainnya yang saya lihat sudah melakukan himbauan
untuk ibadah online serta waspada terhadap virus corona tersebut. Bahkan yang
saya lihat komunitas-komunitas agama saling gotong royong untuk membantu
membasmi virus ini.
Kesimpulan
Dari penjelasan di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa tweet tersebut bagi
saya terdapat beberapa kesalahan cara berpikir. Cara berpikir yang salah
menurut saya adalah terlalu tendensius terhadap agama, terlalu men-generalisir
serta mengabaikan fakta yang ada. Secara factual, yang ada justru sebaliknya
dari tweet tersebut. Sains dan agama
tidak pernah bertentangan dalam memandang wabah ini. Sains dengan segala
teknologinya membantu menangani virus ini secara langsung, agama mengambil
peran lain dalam hal dukungan moril, himbauan kepada penganut agama serta
dukungan donasi dari komunitas agama. Jika
ada orang yang mengatasnamakan agama melakukan tindakan anti sains dan
membahayakan masyarakat atas wabah ini, maka tentu saja yang salah orangnya
bukan agamanya.
“Jika agama adalah pembunuh, niscaya tak akan ada lagi
yang mempercayai sang pembunuh”
Aulia Daie Nichen Sang Mahestro Rebahan
Tangerang, 29 Maret 2020
#dirumahaja
Mari berdiskusi!