Sabtu, 09 Desember 2023

Bukan Soal Tempat

Tempat, satu kata yang pasti kita sudah mengetahui artinya. Tempat yaitu yang dipakai untuk menaruh, meniyimpan, meletakkan, dll. Tentunya banyak bentuk, luas, dan jenis dari tempat ini. Tempat juga bisa menjadi sebuah sebutan untuk menyebutkan kata lainnya, seperti tempat parkir, tempat duduk, dll. Tapi ini bukan soal tempat.

Dalam satu waktu, bisa jadi ada lebih dari satu ‘sesuatu’ di dalam sebuah tempat. ‘sesuatu’ tersebut bisa saja saling kenal, saling mempengaruhi ataupun saling-saling yang lainnya. Bisa jadi juga ‘sesuatu’ tersebut tidak ada hubungannya dengan ‘sesuatu’ yang lain di dalam tempat dan waktu yang sama. Sekali lagi, ini bukan soal tempat.

Tempat bisa dilihat, bisa disentuh, bisa dirasakan dan bisa diukur. Semua ‘sesuatu’ di dalam tempat bisa melihat, menyentuh, merasakan dan mengukur. Tapi mengapa pada tempat yang sama, ada perbedaan dari apa yang ‘sesuatu’ tersebut lihat, sentuh, rasa atau ukur? Padahal, tempat sama bahkan mungkin di waktu yang sama. Tidak bosan saya katakan, ini bukan soal tempat.

 Jika bukan soal tempat, lalu soal apa?

Persoalannya bukan di ‘tempat’, tapi pada apa yang ‘sesuatu’ itu maknai atas tempat tersebut. Dalam memaknai tersebut, kita bisa sebut sebagai ‘ruang’. Dua konsepsi yang tentu berbeda, tempat kita berbicara fisik sedangkan ruang kita berbicara isi dan pemaknaan. Ini soal ruang.

‘sesuatu’ di dalam tempat memiliki pemaknaan berbeda terhadap tempat tersebut. Di tempat yang sama, bahkan bisa hadir pemaknaan yang sama dengan jumlah ‘sesuatu’ yang ada di dalamnya. Di sebuah tempat yang sama, bahkan bisa lahir pemaknaan baru terhadap tempat tersebut. Pemaknaan ini sangat dinamis, bahkan satu detik pun bisa berbeda dengan detik berikutnya terkait dengan pemaknaannya. Lagi-lagi, bukan soal tempat.

Dari asumsi dasar ini, maka sebenarnya yang penting ialah pemaknaan atas tempat tersebut atau ‘ruang’. Tempat bisa saja luas, bagus, indah, tapi belum tentu sejalan dengan pemaknaan dari ‘sesuatu’ yang ada di tempat tersebut. Poinnya adalah bagaimana ‘sesuatu’ di dalam tempat bisa memaknai tempat tersebut dengan ‘ruang’ yang cukup. Dan ini tentu soal ruang.

Antar ‘sesuatu’ tidak bisa memaksakan ‘sesuatu’ yang lainnya memiliki makna yang sama. Makna ini tumbuh dan berkembang dari pengalaman sang ‘sesuatu’ tersebut. Ia tidak bisa dipaksa, hanya bisa mungkin diatur saja. Tapi itu pun tidak menjamin apa-apa. Pemaksaan terhadap pemaknaan tidak ada gunanya sebetulnya. Pemaknaan ini natural, tidak bisa dipaksakan. Makna lahir atas pengalaman, apa yang dilihat dan dirasakan. Lagi-lagi, ini soal ruang.

Tempat yang luas, belum tentu menjadi ruang yang luas juga. Ruang tidak bisa diukur dari luas fisik saja. Lebih jauh lagi, ruang menembus batas fisik yang dilihat oleh ‘sesuatu’ yang ada di dalamnya. Ya tentu, ‘sesuatu’ yang penulis maksud adalah manusia sebagai subjek yang utuh. Bukan sekadar objek, manusia hadir sebagai subjek yang memiliki hak menentukan apapun yang ia mau, bahkan soal pemaknaan atas tempat.

 

 Jakarta, 9 Desember 2023.

Tulisan ini dibuat di Taman Suropati dari jam 15.15 sampai dengan 15.45. Di bawah pohon yang sejuk, penulis merenung dan menggerakan jemarinya.

Terima kasih, selamat membaca.  

Sabtu, 14 Oktober 2023

Namamu Hasan Daie Zhafi

Zhafi, bila suatu hari nanti baca tulisan ini tolong sampaikan feedback-nya yaa. Entah berapa tahun lagi kamu akan baca tulisan ini. Tulisan ini bapak buat pada tanggal 14 Oktober 2023 lepas shalat maghrib di sebuah tempat yang dulu bapak sering kunjungi.


Penantianmu sangat ditunggu-tunggu kala itu, layaknya bapak dan ibu lainnya yang sangat mengharapkan seorang anak. Dengan berbagai tantangan yang dilewati, 6 Oktober 2022 dirimu lahir ke dunia ini. Suara tangisanmu sangat kencang, hingga terdengar sampai koridor Rumah Sakit. Tapi sayangnya, bapak sedang shalat dan setelah itu ke toilet sehingga tidak bisa mengumandangkan adzan di telinga kananmu dan iqamah di telinga kirimu. Tapi tak apa, sosok eyangmu yang melakukannya dan bapak ikhlas karena bapak tau eyangmu sangat paham akan agama dan sosok panutan bagimu kelak dalam beragama selain bapak. 

Bapak tidak kreatif memberikan nama sebenarnya, bahkan beberapa minggu sebelum kamu lahir namamu belum fix. Barulah Fix beberapa jam sebelum kamu dilahirkan. Dan namamu adalah Hasan Daie Zhafi. 

Hasan, bapak yang memberikan nama itu. Kelak bapak akan ceritakan tokoh inspirasi yang bapak ambil namanya menjadi namamu. Ia adalah Hassan Ahmad Abdul Rahman Muhammad al-Banna atau lebih dikenal sebagai Syekh Hasan Al Banna. Tokoh pergerakan Islam Mesir yang menginspirasi bapak juga sampai hari ini. Tokoh ini menjadi tokoh yang bapak kupas ke dalam skripsi bapak setebal 200 halaman. Beliau sangat kaya akan ilmu, sangat taat, sangat toleran, bahkan sangat peduli terhadap keluarganya. Bapak akan ceritakan detail mulai dari ia lahir sampai dengan syahid, kemudian pemikirannya apa saja dan pengaruhnya apa saja terhadap dunia (bahkan Indonesia). Mungkin bapak akan bagi ke dalam beberapa sesi, nanti setelah kamu besar dan mengerti. 

Daie, nama tengah bapak juga yang diberikan oleh Kakek Bapak (Kung) yang seharusnya Da'i. Entah mungkin kakek bapak sangat mengharapkan bapak menjadi Da'i kah atau menjadi pendakwah kah Wallahu a'lam. Tapi yang jelas, nama ini sangat baik disandingkan dengan nama Hasan di depannya. Bapak juga sering menyingkat nama ini menjadi "D." mengikuti Anime One Piece yang super seru itu hehe. Kalo ada waktu, bapak kasih animenya, kita diskusi tentang makna yang tersirat dari anime tersebut. Maklum, bapakmu memiliki jiwa Wibu juga. Tapi sampai tulisan ini bapak buat, marga D. di dalam anime One Piece belum terungkap yaa Zhafi.


Zhafi, yang bermakna beruntung, atau yang menang. Dari nama itu, terselip doa dan harapan kelak kamu menjadi anak yang penuh dengan keberuntungan dan kemenangan dalam setiap fase kehidupanmu. Tapi ingat ya Zhafi, hidup tidak selalu beruntung dan menang, kamu harus tetap berjuang tapi yaa. Selain berjuang, kamu juga harus memiliki jiwa optimisme yang tinggi. Tak perlu takut menghadapi apapun dan siapapun. Santai saja, persiapkan diri dengan baik dan tentunya jangan lupa berdoaa.

Bapak tidak menuntut apapun dari kamu, kamu bebas menjadi apapun yang kamu mau. Tapi ingat satu ya, berpegang teguhlah dengan agama ini. Apapun yang kamu lakukan, kamu yang akan tanggung konsekuensinya. Hidup ini berlaku hukum kausalitas, ada sebab maka akan ada akibat. Jadi, pesan bapak hanya itu ya. 

Zhafi, kamu bebas menentukan cita-citamu. Kamu bebas memilih sekolah mana yang mau kamu masuki (tentunya menyesuaikan budget ya Zhafi hehe). Kamu bebas memilih buku bacaan apa yang kamu sukai, bapak tidak akan melarang kamu membaca buku apapun. Bahkan jika buku itu menjadi "kontroversial" bagi kalangan tertentu. 

Zhafi, kamu bebas bertanya apapun ke bapak, mengenai kehidupan, filsafat, agama, dll. Bapak usahakan akan menjawab semuanya. Kalo bapak belum tau, bapak akan cari tau secepatnya ya.

Zhafi, kamu juga bebas mengkritik bapak tapi dengan syarat kritik berbasis argumentasi dan sopan santun dijaga yaa. Kamu harus menjaga sopan santun kepada orang lain, siapapun itu. 

Zhafi tidak boleh berlaku kasar yaa terhadap perempuan. Bapak tidak pernah ajarkan itu, jadilah laki-laki yang lapang dadanya tidak mudah marah apalagi berlaku kasar terhadap perempuan. Salurkan emosimu ke hal-hal positif yaa. 

Bapak bukan orang yang sempurna, sangat amat banyak kekurangan. Kamu boleh ambil yang positifnya dari Bapak, buang hal-hal negatif yang mungkin kamu lihat atau tidak sengaja tampak dimatamu dan terdengar di telingamu. Kamu harus memiliki filter juga terhadap Bapakmu ini. 

Melalui tulisan ini, bapak ingin menyampaikan rasa kasih sayang bapak ke kamu sangat besar Zhafi. 

 
Jakarta, 14 Oktober 2023




Kamis, 17 Agustus 2023

MEMAHAMI KETIDAKPASTIAN!

 

Oleh: Aulia Daie Nichen

Pasti, satu kata penuh makna yang tentu banyak di cari orang. Dari kata itu, banyak kata yang bermunculan di dalam pikiran kita, missal ‘kepastian’, ‘memastikan’, ‘ketidakpastian’ dan lain sebagainya. Singkatnya, semua mencari kepastian, sepakat?

Ada satu lirik lagu yang mungkin familiar, “is anything certain in life?” salah satu lirik dari lagu The Spirit Carries On. Dari pertanyaan ini kita coba bahas sedikit terkait hal yang pasti dalam hidup. Mungkin juga ada yang tidak sepakat dan bertanya “loh? Bukannya hidup ini penuh dengan kepastian?”.

Menurut hemat penulis, tidak banyak bahkan hanya ada 1 kepastian dalam hidup yaitu kematian. Quotes yang kita sering dengar yaitu “Tidak ada yang pasti, selain ketidakpastian” ini yang menjadi dasar bagi kita untuk memahami ketidakpastian.

Maka dari itu, kita hidup dalam ketidakpastian dan kita hidup berjuang untuk mendapatkan kepastian di dalam ketidakpastian. Memang ujungnya kita tidak pernah mencapai kepastian (karena memang tidak ada), akan tetapi kita hanya butuh ketenangan bahwa yang kita perjuangkan akan kita raih. Sebagai contoh, kita hidup dalam ketidakpastian ekonomi. Tentunya semua orang berjuang dalam belajar, kemudian bekerja untuk mendapatkan kehidupan ekonomi yang lebih baik .

Ketidakpastian kita harus pandang sebagai sebuah tools motivasi kita untuk berjuang bukan untuk menidurkan dan membuat santai kita. Kita tidak boleh hidup di dalam kesadaran palsu bahwa “karena hidup tidak ada kepastian, maka untuk apa berjuang”, harus kita ubah menjadi “justruk karena hidup di dalam ketidakpastian, maka kita harus berjuang”. Kira-kira seperti itu hemat penulis. Kita harus memastikan bahwa ketidakpastian tidak menjadi beban, melainkan menjadikan tantangan untuk kita lebih baik lagi.

 

Sekian,

Terima kasih

MERDEKA ITU BEBAS!

 Merdeka dalam KBBI diartikan sebagai bebas dari perhambaan, penjajahan dan sebagainya. Ini juga senada dengan padanan kata berdiri sendiri atau di kaki sendiri. Selanjutnya bebas diartikan dalam KBBI sebagi tidak terhalang, terganggu sehingga dapat bergerak, berbicara, berbuat dan sebagainya dengan leluasa. Intinya adalah tidak adanya gangguan sehingga bisa leluasa.

Tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia telah merdeka secara de facto. Ditandai dengan pembacaan naskah proklamasi yang menyatakan kemerdekaannya, maka secara de facto Indonesia telah merdeka. Namun PR nya adalah setelah proklamasi dibacakan, dunia pun harus mengetahui bahwa bangsa Indonesia telah merdeka. Proses itu telah dilakukan oleh founding father kita hingga kita dapat menikmati Indonesia saat ini.

Merdeka Dari Kualitas Udara yang Buruk!

Tentu kita menikmati buah perjuangan para pendahulu kita dahulu dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia. Kita sebagai warga negara wajib menjaga dan memelihara itu. Tentu juga kita berhak untuk dapat hidup layak di bawah negara yang merdeka. Dewasa ini kita melihat satu fenomena buruknya kualitas udara di Indonesia. Ini sempat viral bahkan di seluruh dunia dengan mengatakan bahwa Jakarta menjadi kota kualitas udara buruk di dunia.

Katanya sudah merdeka? Tapi kok kita tidak bebas menghirup udara bersih ya?

Hemm mari kita bahas sedikit…

Buruknya kualitas udara bisa disebabkan oleh kemarau Panjang, emisi gas buang dari transportasi, manufaktur, industry dan lain sebagainya. Tentu pemerintah harus memberikan sebuah kebijakan untuk memperbaiki kualitas udara sehingga kita warga negara dapat merdeka dari kualitas udara yang buruk!

Sebagai warga negara kita berhak mendapatkan kualitas udara yang bersih untuk kita hirup, namun di sisi lain banyak yang tidak sadar bahwa justru kita juga berperan dalam menurunkan kualitas udara di kota loh! Penggunaan kendaraan pribadi, pembakaran sampah, misalnya masih banyak dilakukan oleh warga. Bahkan di tengah pemukiman padat, masih ada saja yang membakar sampah! Luar biasa !

Penggunaan kendaraan pribadi juga semakin banyak, tentu saya juga bisa merasakan ini (karena saya juga pengguna kendaraan pribadi). Makin hari, makin padat dan makin macet! Jelas ini juga menyumbang penurunan kualitas udara yang baik. Kendaraan listrik adalah solusi, tapi bagi mereka yang memiliki uang cukup untuk membeli kendaraan listrik. Bagaimana dengan warga yang tidak memiliki kecukupan untuk membeli kendaraan listrik sedangkan ia hanya mengandalkan kendaraan pribadi yang menggunakan bensin untuk mobilitas sehari-hari?

Kita berharap ada solusi atas permasalahan ini, tentunya solusi dari pemerintah serta peran aktif masyarakat dalam menjaga kualitas udara di Jakarta. Keduanya harus sejalan agar dapat memaksimalkan kebijakan yang ada. Misalnya wacana 3 in 1 atau 4 in 1, saya pribadi sangat mendukung ini dengan catatan juga harus diperhatikan calo-calo 3 in 1 atau 4 in 1 yang dahulu sempat menjadi permasalahan dari kebijakan ini.

 

Sekian dari penulis, semoga bisa menjadi refleksi di hari kemerdekaan Indonesia yang ke-78 ini.