Senin, 30 Desember 2019

Peran Pemuda dalam Pemberdayaan Masyarakat

Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis peran pemuda dalam pemberdayaan masyarakat. Sebagai seorang aktivis, maka penting untuk mengetahui konsep pemberdayaan masyarakat agar dapat mengetahui apa saja yang kemudian dibutuhkan agar kondisi masyarakat dapat lebih baik lagi. Ini juga menjadi penting karena memang sudah banyak lembaga yang menyediakan bantuan pemberdayaan masyarakat yang dapat dimaksimalkan oleh para pemuda untuk menigkatkan kesejahteraan sosial dari masyarakat.
Hasil gambar untuk pemuda animasi
Konsep Pemberdayaan Masyarakat
       Salah satu usaha untuk meningkatkan  kesejahteraan masyarakat ialah melalui pemberdayaan masyarakat. Secara konseptual, pemberdayaan merupakan sebuah proses untuk mengembangkan segala potensi yang ada di masyarakat agar dapat berkembang (Mulyono, 2017). Potensi yang dimaksud adalah potensi Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada di masyarakat. Jika SDM tersebut sudah dikembangkan, maka potensi lainnya seperti Sumber Daya Alam (SDA), teknologi dan lain sebagainya dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.
        Prinsip yang harus dipegang dalam proses pemberdayaan masyarakat adalah prinsip demokratis. Setiap Individu memiliki hak yang sama untuk berdaya, serta memiliki potensi yang  berbeda (Anwas, 2013). Hak untuk berdaya atau sebuah kelompok masyarakat ditentukan oleh masyarakat itu sendiri. Maka dari itu, segala bentuk pemaksaan dalam pemberdayaan masyarakat tidak diperbolehkan karena melanggar prinsip demokratis. Melalui prinsip ini, pemberdayaan masyarakat diharapkan dapat juga menumbuhkan sikap keterbukaan masyarakat sehingga mereka mau berkembang.
       Pemberdayaan masyarakat yang dilakukan sejatinya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat itu sendiri. Kesejahteraan yang dimaksud melipiuti kesehatan, keadaan ekonomi, kebahagiaan dan kualitas hidup masyrakat (Suud, 2006).  Secara tidak langsung, pemberdayaan meningkatkan keadaan ekonomi, kebahagiaan dan kualitas hidup masyarakat.
         Perubahan sosial yang begitu cepat menuntut masyarakat untuk beradaptasi dengan perubahan tersebut. Akibatnya, ada beberapa mayarakat yang membutuhkan proses pemberdayaan agar dapat beradaptasi dengan perubahan tersebut.  Maka dari itu, proses pemberdayaan sejatinya bukanlah proses menggurui masyarakat, melainkan sebuah proses menumbuhkan semangat belajar yang mandiri dan partisipatif. (Untung, 2014). Semangat belajar yang dimaksud tentunya untuk menjawab tantangan perubahan sosial yang begitu cepat. Sehingga, dalam proses perubahan sosial yang ada masyarkat sudah siap menghadapi perubahan sosial tersebut.
Proses pemberdayaan masyarakat membutuhkan dukungan dari pelbagai pihak baik dari pihak pemerintah, organisasi sosial, maupun perusahaan. Dukungan dari pihak tersebut menjadi penting guna memfasilitasi masyarakat agar dapat diberdayakan
Peran Pemuda
Pemuda sebagai pilar perubahan sosial sangat berperan dalam perubahan bangsa Indonesia kedepannya. Berbicara pemuda, maka tak hanya seputar demo, hedonisme, egoisme. Akan tetapi ketika berbicara pemuda maka juga berbicara tentang altruisme dari pemuda itu sendiri. Pemuda harus banyak mengambil alih ranah sosial kemasyarakatan dimana memberdayakan masyarakat menjadi hal yang sangat penting.
Dewasa ini banyak organisasi kepemudaan yang bergerak di pelbagai bidang seperti kemanusiaan, sosial, lingkungan dan lain sebagainya. Dalam konteks pemberdayaan masyarakat, maka peran organisasi tersebut sangat penting dalam prosesnya.  Maka, sudah seharusnya mindset organisasi pemuda sudah mengarah kepada pemberdayaan masyarakat, bukan lagi sekadar membuat acara sosial saja.
Mindset pemberdayaan masyarakat sangat penting agar program-program dari organisasi kepemudaan beroirentasi kepada pemberdayaan masyarakat. Ini bisa terlihat dari proposal yang diajukan kepada dana pemerintah atau Corporate Social Responsibility (CSR) bukan hanya sekadar meminta dana sponsor, akan tetapi sudah bergeser ke arah meminta agar masyarakat diberdayakan.
Hal tersebut hanya dapat dilakukan ketika pemuda memiliki setidaknya dua kemampuan dasar yaitu kepekaan sosial dan social mapping. Kepekaan sosial sudah seharusnya menjadi sifat dasar organisasi kepemudaan dalam konteks sosial. Sedangkan kemampuan Social Mapping atau pemetaan sosial adalah kemampuan lanjutan yang merupakan implementasi dari kepekaan sosial yang sudah dimiliki.
Social Mapping yang dimaksud ialah kemampuan untuk melakukan pemetaan sosial yang ada di masyarakat. Tak perlu terlalu rumit dalam membuat social mapping, yang penting di dalamnya terdapat analisis SWOT dari keadaan masyarakat yang ada. Dari hasil social mapping tersebut maka didapatkanlah kebutuhan masyarakat bukan hanya sekadar kemauan dari masyarakat.
Asumsi dasar dari pemberdayaan masyarakat adalah bahwa masih ada kondisi dari masyarakat yang belum ideal, maka pemberdayaan masyarakat dibuat untuk mengarahkan kondisi masyarakat menuju ideal. Secara fakta juga demikian, masih banyak masyarakat yang berada dalam kondisi kemiskinan.
Pemuda yang memiliki kepekaan sosial sudah tentu akan merasa bahwa masyarakat butuh diberdayakan. Asumsi serta fakta bahwa masyarakat belum ideal belum akan terbantah jika pemuda memiliki kepekaan sosial. Jika pemuda tidak memiliki kepekaan sosial, maka sudah tentu fakta bahwa masih ada kemiskinan, atau masyarakat pra sejahtera akan dibiarkan begitu saja.
Kesimpulan
Pemuda sangat berperan penting dalam proses pemberdayaan masyarakat. Jika semua pemuda memiliki mindset pemberdayaan masyarakat, maka dapat dipastikan masyarakat akan berdaya menghadapi keadaan yang selalu berubah.
Pemuda tidak hanya seputar hedonisme belaka, ada sisi sosial pemuda  yang menjadi potensi untuk dikembangkan. Dengan dua kemampuan dasar yaitu kepekaan sosial dan social mapping yang dimiliki oleh pemuda, maka dapat dipastikan bahwa peran pemuda sangat signifikan dalam pemberdayaan masyarakat.
Pemberdayaan masyarakat menjadi tanggungjawab sosial semua orang dan pemuda harus menjadi peloppr dari pemberdayaan masyarakat. Sudah seharusnya mindset pemuda bergeser dari hanya sekadar meminta dana menjadi orang yang menyodorkan konsep pemberdayaan kepada pihak tertentu. Dengan demikian maka angka kemiskinan akan terus menurun seiring dengan meningkatnya peran pemuda dalam pemberdayaan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA
Anwas, O. M. (2013). Pemberdayaan Masyarakat di Era Global. Bandung: Alfabeta.
Mulyono, S. E. (2017). Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat. Yogyakarta: Ombak.
Suud, M. (2006). 3 Orientasi Kesejahteraan Sosial. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Untung, B. (2014). CSR dalam Dunia Bisnis. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Terima kasih Sudah membaca :)
Aulia Daie Nichen

Jumat, 20 Desember 2019

Apa Benar Karl Marx Membenci Agama?

Apa Benar Karl Marx Membenci Agama? 
“Religionis the sigh of the oppressed creature, the heart of a heartless word, and the soul of soulless conditions. It is the opium of the people.”

Tulisan ini merupakan opini penulis tentang anggapan orang yang mengatakan bahwa Karl Marx membenci agama dengan perkataan agama adalah candu. Asumsi dasar tulisan ini adalah bahwa masih ada orang yang kemudian menganggap bahwa Marx membenci agama. Penulis membuka ruang diskusi bagi para pembaca. Mari berdiskusi!
 Berbicara tentang Marx, maka yang terpikirkan di benak kita adalah komunis dan kata-kata ‘agama adalah candu’. Dua hal itu yang menjadi ciri khas yang diingat oleh orang lain dari Karl Marx. Dua hal itu seolah-olah menjadi hal yang paling menggambarkan Karl Marx. Untuk hal pertama yaitu kata komunis mungkin saja benar karena memang akar dari pemikiran komunis adalah Marxisme. Namun hal kedua banyak disalahartikan oleh banyak orang. Kebanyakan orang menganggap bahwa Karl Marx sangat anti agama. Apa benar demikian?
Sebelum menjelaskan lebih jauh tentang candu yang dieratkan dengan agama oleh Karl Marx, saya akan sedikit membahas terkait posisi filosofis Marx. Dasar filosofis yang dianut oleh Marx adalah Materialisme. Asumsi dari Materialisme itu sendiri adalah bahwa ide atau gagasan berasal dari dunia materi bukan sebaliknya. Karena memang dunia materi adalah sebuah keniscayaan yang sudah ada bukan merupakan hasil dari ide atau gagasan manusia.
Asumsi tersebut kemudian berkaitan dengan agama. Sebagai materialis, Marx memandang agama sebagai sebuah produk sejarah dan produk social yang diproduksi oleh manusia. Untuk itu, maka menurut Marx ide atau gagasan harus dapat dilacak akar social serta historisnya. Tentu asumsi ini akan bertentangan bagi kaum agamis yang menganggap bahwa agama adalah ciptaan dari Tuhan. Asumsi Marx ini tentu saja wajar karena memang dirinya adalah seorang materialis. Namun, label bahwa Marx membenci agama belum tentu bisa disematkan kepada Marx.
Kata-kata agama adalah candu menjadi bagian yang tak dapat dipisahkan dari Karl Marx. Bagi penulis, kata-kata ini banyak disalah pahami oleh sebagian orang. Akhirnya adalah banyak yang menganggap bahwa Karl Marx membenci agama. Padahal bagi penulis kritik kata-kata tersebut hanyalah sebuah kritik atas keadaan yang ada pada saat itu.
Memahami sebuah ide, gagasan atau kata-kata yang dikeluarkan oleh seseorang harus selalu melihat konteksnya. Karena memang tidak mungkin ide, gagasan atau kata-kata bisa muncul tanpa ada konteks yang menyertainya. Konteks Karl Marx berbicara seperti itu ialah kritik terhadap agama yang ditunggangi kepentingan kapitalisme saat itu.
Kapitalisme pada saat Marx hidup berkembang sangat pesat. Kritik keras Marx terhadap kapitalisme juga mengarah kepada kritik khusus pada agama saat itu. Mengapa demikian? Gerakan buruh yang sudah muncul pada saat itu dan bisa dikatakan berniat melakukan revolusi. Namun saat itu para buruh mendapatkan sebuah kesadaran palsu dimana mereka tidak melakukan revolusi karena dijanjikan surga oleh para pemuka agama jika tidak melakukan hal tersebut. Inilah yang kemudian dikritik oleh Marx.
Kesadaran palsu yang disebut oleh Marx tersebut menjadi salah satu focus Marx dalam kritiknya terhadap kapitalisme. Kesadaran palsu yang kemudian disebarkan oleh para pemuka agama menjadi sebuah ironi dari agama. Marx melihat bahwa ini adalah bentuk dari pemanfaatan agama oleh para kapitalis. 
Dengan melihat konteks itu, maka sebenarnya kritik Marx bukan tertuju langsung kepada agama melainkan kepada para kapitalis yang tega memakai agama sebagai alat untuk mempertahankan status quo. Selain itu, dengan adanya kritik tersebut penulis melihat justru Marx berharap agama seharusnya yang menjadi alat perjuangan buruh bukan menjadi alat mengendurkan perjuangan. Dari konteks ini penulis juga beranggapan bahwa sesungguhnya Marx tidak membenci agama (meskipun dia seorang yang menganut materialism), melainkan ia mengkritik praktik-praktik keagamaan yang dikendalikan oleh kapitalisme untuk mengendurkan perjuangan kaum buruh.
Terima kasih telah membaca :)