Judul : FIQH POLITIK HASAN AL-BANA
Penulis : Muhith Muhammad Ishaq
Penerbit : ROBBANI PRESS
“Allah Maha Mengetahui, wahai para
pemimpin, bahwa Ikhwan tidak akan pernah, dalam satu hari bukan gerakan
politik, dan tidak akan pernah menjadi dalam satu hari bukan kaum muslimin. Ia
tidak akan memisahkan dakwahnya antara politik dan agama”
Imam Syahid Hasan Al-Bana
Secara
singkat, pengertian Al-fiqh as-siyasi adalah pemahaman yang detail tentang
urusan umat, baik internal maupun eksternal, dan mengelola urusan itu sesuai
dengan petunjuk dan hukum islam. Tentunya, itu semua bersumber dari Al-Qur’an
dan As-sunnah serta kitab-kitab Fiqh yang didalamnya juga membahas fiqh
siyasah.
Dalam
kaitannya dengan pemerintahan islami, Imam Hasan Al-Bana berpendapat bahwa
pemerintahan Islami menjadi salah satu dari rukun Islam. Dalam arti
pemerintahan adalah suatu kewajiban Islam meskipun tidak sama dengan kewajiban
yang lainnya. Kata ‘rukun’ yang berarti
pilar adalah sesuatu yang menjadi tumpuan bagi yang lain. Ia menjadi sesuatu
yang tanpa dirinya, bangunan tersebut akan runtuh. Islam tidak akan terealisasi
seperti yang Allah kehendaki, kecuali jika pemerintahan itu menerapkan
hokum-hukum Nya dalam seluruh aspek kehidupan baik politik, ekonomi, peradilan,
kenegaraan, dll.
Pemerintahan yang
tidak islami juga dibahas dalam Fiqh siyasah ini. Imam Hasan Al-Bana juga
berpendapat terkait pemerintahan yang tidak islami. Beliau dengan tegas
mengatakan bahwa “… Maka, sesungguhnya diamnya para reformis islami dari tuntutan
penerapan hokum islam adalah tindak pidana Islam yang tidak akan bias
dihapuskan, kecuali dengan bangkit membebaskan kekuasaan eksekutif dari tangan
orang-orang yang tidak tunduk dengan hokum Islam yang hanif ini”
Dalam
fiqh siyasah Imam Hasan Al-Bana disebutkan bahwa Khilafah adalah symbol islami
yang wajib dipikirkan dan dikembalikan oleh kaum muslimin. Berbeda dengan
gerakan yang lain, Imam Hasan Al-Bana menegaskan bahwa Khilafah Islamiyah harus
didahului dengan pemerintahan yang islami di negeri kaum muslimin. Ketika
rakyat memilih pemerintahan islami yang mengatur mereka dengan islam, kemudian
terjadi ikatan kuat antara pemerintah-pemerintah itu, dan mematangkan negeri
Islam Internasional.
Ikhwanul
Muslimin sejatinya merupakan dakwah yang pada awalnya merupakan dawkah yang
jauh dari dominasi para pembesar dan orang-orang terpandang. Imam Hasan Al-Bana
menyebutkan bahwa itu bertujuan agar dakwah ini tidak tercampur oleh ambisi,
kepentingan dan keinginan pribadi yang ingin dicapai oleh para pembesar dan
orang-orang terpandang tersebut. Termasuk jauh dari lembaga-lembaga dan
partai-partai. Ini strategi yang Imam Hasan Al-Bana terapkan ketika di awal
pembentukan Ikhwanul Muslimin. Setelah dakwah ini kuat dan solid kadernya, maka
Ikhwanul Muslimin mulai mengajak parah pembesar, para tokoh , lembaga, dan
partai untuk bergabung bersama dan bekerja sama. Ini dilakukan setelah Ikhwanul
Muslimin mampu mempengaruhi bukan dipengaruhi.
Selanjutnya,
Imam Hasan Al-Bana juga memaknai kata al-qaumiyah (kebangsaan) yang berdiri di
atas ikatan aqidah. Maka, semua orang yang mengimani Allah sebagai rabbnya,
islam agamanya, Muhammad saw sebagai nabi dan rasulnya dia adalah bagian dari
umat Islam dan seluruh kaum mslimin berkewajiban mencintai, membela dan
mengorbankan jiwa serta hartanya untuk membela dan melindunginya. Imam Hasan
Al-Bana melihat ikatan aqidah lebih kuat daripada ikatan darah, keluarga,
kepentingan dan ikatan lainnya yang bersifat umum. Nasionalisme dalam Fiqh
Politik Islam juga memandang bahwa nasionalisme yang dibatasi oleh aqidah bukan
batas tanah dan geografis. Atas dasar ini, maka Negara yang menjadi ruang kerja
kaum muslimin adalah seluruh dunia. Maka menyadarkan masyarakat akan
nilai-nilai islami menjadi salah satu dari banyak tahapan yang harus berlangsung
dalam jihadnya sampai bendera “La ilaaha illallah” berkibar di seluruh hamparan
bumi dan mushaf didengungkan di seluruh tempat.
Kami Ingin :
Pribadi Muslim…
Rumah Tangga Muslim…
Masyarakat Muslim…
Pemerintah Muslim…
(Pesan ringkas Imam Hasan Al-Bana
dalam “Risalah Al-Ikhwan di Bawah Bendera Al-Qur’an)
Wallahu a’lam
Tangerang, 13 September 2016
Saudaramu,
Aulia Daie Nichen